*_jika memang begitu, dimanakah triggernya? lingkungan, orang lain, diri sendiri?
#_triggernya? kayaknya Vendy dan Rara udah membicarakan hal yang berbeda,
deh… tapi kayaknya, kedua macam takut yang dibicarakan Vendy dan Rara
sumbernya satu: penghayatan pribadi si individu.
*_maksud trigger disini adalah untuk bertanya soal ini -> “apakah
pilihan apa yang ingin dia ambil; apakah menurut ia hidupnya telah cukup
”
tidak semua orang bisa mencapai tahap untuk bertanya kepada diri sendiri secara alamiah kan? ^^
@_“Ini terjadi pada saat ia merasa semua yang ada dalam hidupnya telah hilang”
Istilah yang digunakan Frankl adalah existential vacuum atau
kehampaan eksistensial. Banyak orang masa sekarang yang merasa hidupnya
hampa, tidak bermakna, tanpa tujuan, tanpa arah, dan seterusnya. Ini
berkaitan dengan pengalamannya ketika berada di kamp konsentrasi Nazi.
Kalau makna adalah apa yang manusia hasratkan, maka ketidakbermaknaan
adalah kehampaan dalam kehidupan manusia. Ketika kehampaan menyergap
manusia, ketika manusia mengalami kekosongan, maka apapun bisa
mengisinya..
@_masalah eksistensi enggak hanya berkaitan kita terganti oleh orang atau
benda lain, tapi juga kita terlalu larut sama lingkungan sekitar
sehingga jadi kehilangan keunikan yang membedakan kita dengan manusia
lain.
kalau saya boleh ngeyel dikit, eksistensi agama bisa memberi jawaban
atas pertanyaan seperti itu, yang selalu berantem dengan science, karena
enggak semua orang bisa terpuaskan dengan satu macam jawaban saja…
v
v
v
Hmmmm.. bisa jadi. Kalau kata Heidegger, manusia itu ‘terlempar’ ke
dunia (Geworfenheit) ke dunia. Artinya, manusia itu enggak pernah
ditanya ‘lu mau lahir ke dunia apa kagak?’ tapi kita ‘ada-begitu-saja’
di dunia..v
v
*_kemarin saya sempat terpikir, kalau memang ada Mastermind dibalik
semua kelahiran di dunia, saya sedikit nakal dengan bertanya, siapa yang
memberi kelahiran sang Mastermind? ada begitu saja?
well, kalau didengar para rohaniawan, pastinya saya akan kena damprat omelan “Jangan berani tanya tentang hal itu!”
@_Wah, Mastermind, pertanyaan tingkat tinggi tuh.. karena gue pun sedang mencari itu. Hehehe.
Eh, out of topic nih.. tapi kalo di Islam, di Al-Quran, seringkali terjemahannya berkata ’sesungguhnya kami menciptakan kalian…’
Padahal ‘kan konon katanya Tuhan itu esa alias satu, tapi kenapa digunakan kata ‘kami’?
Hehe
#_pertanyaan tentang Mastermind tak akan pernah terjawab sampai kita
mati. Bahkan, Richard Dawkins yang atheist vokal saja mengatakan bahwa
kemungkinannya LEBIH CONDONG ke arah kesimpulan bahwa Tuhan itu tak ada.
makanya, saat ini peneliti di Inggris sedang menyelidiki apakah ada
kehidupan setelah mati. caranya? search saja “The Big Question AND is
there life after death” di youtube. dengan menemukan bukti bahwa ada
(atau tidak) kehidupan setelah kematian, kita tahu apakah “jiwa yang
gaib” itu ada. kalau “jiwa yang gaib” itu ada, maka Tuhan yang gaib
pasti ada… kesimpulan “kecondongan” Dawkins akan makin dapat dipastikan.
kita tunggu saja... katanya dalam 3-4 tahun lagi, kita akan tahu
jawabannya.
#_begitulah jawaban dari saya yang berpikir sederhana dan berdasarkan
data. (ayo, Vendy, mending kapasitas otak kamu dipakai untuk membaca
penelitian, daripada mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang juga
ditanyakan semua orang) hehehehee
+_Wuii.. diskusinya menjadi seru, terutama mengenai master mind
:)Mengenai keberadaan Tuhan atau Mastermind atau apapun cara penyebutan
manusia terhadapNya saya rasa pada dasarnya memang kembali pada individu
masing-masing. Akan tetapi saya rasa tidak ada salahnya untuk bertanya,
supaya pada akhirnya keyakinan yang dihasilkan adalah keyakinan yang
bertanggungjawab bukan berupa keyakinan yang buta
+_mengenai agama sebagai jawaban dari rasa takut atau pencarian makna hidup, klo dari saya pribadi lebih prefer untuk menyebutkannya dalam kerangka kepercayaan akan The Higher Power, sesuatu yang lebih besar dari kita, karena bagi saya agama cenderung lebih dekat pada ritual atau cara hidup sedangkan kepercayaan terhadap The Higher Power adalah sesuatu yang pada beberapa kasus dapat berdiri sendiri. Walaupun ini menjadi jawaban akan pencarian makna hidup bagi sebagian orang, Akan tetapi, bagi saya tiap orang sangat mungkin untuk menemukan jawaban yang berbeda atas makna hidupnya (dalam arti tidak hanya sekedar agama atau the higher power itu)
+_mengenai penggunaan kata “kami” dalam Al Quran, kebetulan saya pernah
membaca salah satu referensi. “Kami” dipergunakan ketika Tuhan melakukan
sesuatu bersama dengan salah satu ciptaannya, misalnya ketika
menurunkan suatu perintah, Dia melakukannya dengan perantara malaikat
Jibril. Begitu yang saya pernah baca..
@_Oh, begitu? Wah … ngerti deh saya sekarang. Makasih
%_Hmm…mff..... tp knpa pmbicaraan jd ngelantur gitu n
bicara soal teori2 an sgla. pusink jg ikutin pmbicaraan itu.
%_Ada jg jenis ketakutan yg tdk bisa dijelaskn dg teori apapun. spt takut
mati (klo mati akan kmana n bgmana). Bhkn pria dewasa pun byk yg takut
sm kucing, bebek, ular dll…. goodness. n mrka bangga dg keadaan itu
shgga tdk ambil tindakn utk mengatasi takut tsb. Itu saya sebut: manusia
bodoh n hidupnya penuh dg sandiwara dlm sgala hal. bgtu pendapat saya
teman2 
@_Sebenernya ini bukan ngelantur. Ini kan berangkat dari apa yang dikemukakan penulis tentang teori Frankl. Kebetulan ada yang bertanya, ya dijelaskanlah berdasarkan teori - bukan common sense. Lalu komentator tanya lagi tentang eksistensialisme, ya kami fasilitasi agar pertanyaannya terpenuhi.
Er_: "Akan tetapi saya rasa tidak ada salahnya untuk bertanya, supaya pada
akhirnya keyakinan yang dihasilkan adalah keyakinan yang
bertanggungjawab bukan berupa keyakinan yang buta”
copy that! noted! good opinion
Tidak ada komentar:
Posting Komentar